Welcome Comments Pictures

Jumat, 11 Juli 2014

Kebijakan Subsidi Energi Harus Konkret

TOPIK TERKAIT

Metrotvnews.com, Jakarta: Masing-masing calon presiden harus menegaskan kebijakan energi terkait subsidi energi. Pasalnya dalam visi misi yang disampaikan kedua pasangan capres kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak ada yang secara eksplisit menjelaskan kebijakan subsidi energi mereka. Padahal masalah tersebut adalah realita yang membelenggu anggaran saat ini.

Hal ini diungkapkan oleh Pengamat Energi Pri Agung Rakhmanto ketika dihubungi Media Indonesia, Jakarta, Jumat (4/7).

"Harusnya besok ditanya ke depan bagaimana kebijakan soal subsidi energi, supaya konkret. Karena di visi dan misi itu tidak disampaikan padahal itu masalah riil yang harus dihadapi. Memang harus ditanyakan ke kedua capres," ujar Pri Agung.

Pri Agung menilai visi dan misi bidang energi dari kedua pasangan terlalu tinggi. Padahal, siapa pun yang menjadi presiden ke depan, akan langsung berhadapan langsung dengan masalah yang harus segera diselesaian. Tapi justru tidak tertulis dalam visi-misi tersebut.

"Padahal realitasnya itu pemerintahan ke depan akan dihadapkan dengan anggaran BBM tahun ini yang sudah mencapai Rp350 triliun. Itu mau diapain," kata dia seraya menambahkan yang paling krusial dari pemerintahan ke depan adalah bagaimana menghemat anggaran subsidi energi. "Kita tidak ingin buang-buang anggaran subsidi energi," imbuhnya.

Selain menyoal subsidi energi, kedua capres harus bisa menjelaskan upaya yang dilakukan untuk menyediakan energi sebaik-sebaiknya dan bagaimana menarik investor migas sebanyak-banyaknya. "Secara sederhana, operasional dalam 5 tahun kedepan. Jadi bukan hanya visi misi," cetusnya.

Salah satunya, visi soal kedaulatan energi yang diusung oleh kedua capres. Menurutnya, meski kedua calon mengklaim kedaulatan energi menjadi visi pemerintahan ke depan, Pri Agung mengingatkan untuk mewujudkan cita-cita tersebut dibutuhkan modal. Namun sayangnya, modal yang dimiliki terbatas. "Untuk investasi kilang, butuh investor. Untuk bangun transmisi gas, butuh investor. Untuk ekplorasi dan produksi, itu juga butuh investor. Kedua capres musti menjelaskan bagaimana upaya menggaet investor," kata dia.
(Ahl)

Daftar Pustaka :
http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/07/04/261351/kebijakan-subsidi-energi-harus-konkret

Tugas 2 - Kebijakan Pada Masa Pemerintahan SBY

Berikut ini adalah salah satu kebijakan pada masa Pemerintahan SBY :

Nama Kebijakan       :           Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

I.                   Konsep

Tujuan Bantuan Operasional Sekolah
Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.

Secara khusus program BOS bertujuan untuk:
1.      Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT (Terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI). Sumbangan/pungutan bagi sekolah RSBI dan SBI harus tetap mempertimbangkan fungsi pendidikan sebagai kegiatan nirlaba, sehingga sumbangan/pungutan tidak boleh berlebih;
2.      Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta;
3.      Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.

Sasaran Program dan Besar Bantuan
Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, termasuk SMP (SMPT) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi di Indonesia. Program Kejar Paket A dan Paket B tidak termasuk sasaran dari program BOS ini.
Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah  pada tahun anggaran 2012, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan:
  1. SD/SDLB                                                     :    Rp 580.000,-/siswa/tahun
  2. SMP/SMPLB/SMPT                             :    Rp 710.000,-/siswa/tahun
Penggunaan Dana BOS
  1. Pembelian/penggandaan buku teks pelajaran, yaitu untuk mengganti yang rusak atau untuk memenuhi kekurangan.
  2. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, yaitu biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, pembuatan spanduk sekolah bebas pungutan, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut (misalnya untuk fotocopy, konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan siswa baru, dan lainnya yang relevan);
  3. Pembiayaan kegiatan pembelajaran remedial, PAKEM, pembelajaran kontekstual, pembelajaran pengayaan, pemantapan persiapan ujian, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan sejenisnya (misalnya untuk honor jam mengajar tambahan di luar jam pelajaran, biaya transportasi dan akomodasi siswa/guru dalam rangka mengikuti lomba, fotocopy, membeli alat olah raga, alat kesenian dan biaya pendaftaran mengikuti lomba);
  4. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa (misalnya untuk fotocopi/ penggandaan soal, honor koreksi ujian dan honor guru dalam rangka penyusunan rapor siswa);
  5. Pembelian bahan-bahan habis pakai seperti buku tulis, kapur tulis, pensil, spidol, kertas, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran/majalah pendidikan, minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah, serta pengadaan suku cadang alat kantor;
  6. Pembiayaan langganan daya dan jasa, yaitu listrik, air, telepon, internet, modem, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan di sekitar sekolah. Khusus di sekolah yang tidak ada jaringan listrik, dan jika sekolah tersebut memerlukan listrik untuk proses belajar mengajar di sekolah, maka diperkenankan untuk membeli genset;
  7. Pembiayaan perawatan sekolah, yaitu pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan sanitasi/WC siswa, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler, perbaikan sanitasi sekolah, perbaikan lantai ubin/keramik dan perawatan fasilitas sekolah lainnya;
  8. Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer. Untuk sekolah SD diperbolehkan untuk membayar honor tenaga yang membantu administrasi BOS;
  9. Pengembangan profesi guru seperti pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS. Khusus untuk sekolah yang memperoleh hibah/block grant pengembangan KKG/MGMP atau sejenisnya pada tahun anggaran yang sama tidak diperkenankan menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama;
  10. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transport dari dan ke sekolah, seragam, sepatu/alat tulis sekolah bagi siswa miskin yang menerima Bantuan Siswa Miskin . Jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu penyeberangan, dll);
  11. Pembiayaan pengelolaan BOS seperti alat tulis kantor (ATK termasuk tinta printer, CD dan flash disk), penggandaan, surat-menyurat, insentif bagi bendahara dalam rangka penyusunan laporan BOS dan biaya transportasi dalam rangka mengambil dana BOS di Bank/PT Pos;
  12. Pembelian komputer (desktop/work station) dan printer untuk kegiatan belajar siswa, masing-masing maksimum 1 unit dalam satu tahun anggaran;
  13. Bila seluruh komponen 1 s.d 12 di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran, mesin ketik, peralatan UKS dan mebeler sekolah. 
Landasan Hukum
Landasan hukum kebijakan penyaluran dan pengelolaan dana BOS Tahun 2012 antara lain:
  1. Peraturan Menteri Keuangan No. 201/PMK.07/2011 tentang Pedoman Umum  dan Alokasi BOS Tahun Anggaran  2012
  2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 51/2011 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS  dan Laporan Keuangan BOS Tahun Anggaran 2012
  3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan BOS
II.                Pembahasan

Pengertian BOS

Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun 2009, standar biaya operasi nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan. BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS. 

Pelaksanaan Program BOS di DKI Jakarta
Untuk penyelenggaraan pendidikan di Provinsi DKI Jakarta, selain dibiayai dari APBD Provinsi DKI Jakarta, Pemprov juga memperoleh anggaran dari Pemerintah Pusat melalui APBN, yang terdiri dari Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM). Dari anggaran BOS, setiap siswa SD rata-rata memperoleh sebesar Rp. 21.500,-/per siswa, dan setiap siswa SMP sebesar Rp29.500,-/per siswa. Sedangkan untuk setiap siswa SMA dan SMK dialokasikan anggaran BKM sebesar Rp15.000,-/per siswa.
 
Mengingat BOS hanya dapat memenuhi sebagian dari kebutuhan operasional sekolah, maka sejak tahun 2005 Pemprov DKI Jakarta memenuhi kekurangan biaya tersebut melalui Biaya Operasional Pendidikan (BOP).

Pada tahun 2009 disalurkan BOP untuk 668.270 siswa SD Negeri (Rp. 60.000 per siswa), 229.493 siswa SMP Negeri (Rp. 110.000 per siswa), 92.226 siswa SMA Negeri (Rp. 35.000 per siswa) dan kepada 42.745 siswa SMK Negeri (Rp. 44.000 per siswa).

Selama tahun 2009, pada jenjang pendidikan (TK Negeri, SD Negeri, Madrasah Ibtidaiyah Negeri, SMP Negeri, Madrasah Tsnawiyah negeri, SD Pendidikan Luar Biasa, SMP Luar Biasa, SMA Negeri dan SMK Negeri), dengan jumlah siswa 1.080.630 orang, menerima BOP sebesar Rp.936.046.434.000,- Pada tahun 2010, diusulkan rata-rata BOP persiswa sebesar Rp.75.000.

Pelaksanaan Program BOS di Cilacap, Jawa Tengah.
            Pendidikan berandil  besar dalam memajukan suatu bangsa. Semakin banyak warga yang menikmati pendidikan, tentu semakin banyak pula kemajuan yang bisa dicapai. Untuk menyukseskan pendidikan demi mempercepat kemajuan bangsa, pemerintah menetapkan pengembangan pendidikan sebagai program prioritas. Perhatian pemerintah yang besar pada dunia pendidikan itu salah satunya diwujudkan melalui pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa SD dan SMP yang berdampak adanya pelaksanaan sekolah gratis.  BOS SD dan SMP secara serentak dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2005. BOS kemudian diperluas untuk tingkat SMA yang dilaksanakan mulai tahun ajaran 2013-2014. BOS untuk SD sebesar Rp 580 ribu/siswa/tahun, BOS untuk SMP sebesar Rp 710 ribu/siswa/tahun, dan BOS untuk SMA sebesar Rp 1 juta/tahun/siswa.
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, salah satu daerah yang melaksanakan BOS untuk SD – SMA. Tahun ajaran 2013 – 2014 anggaran BOS sebesar Rp 168,869 miliar yang terdiri dari Rp 100,842 miliar untuk  173.867 siswa SD, Rp 51,723 miliar untuk 72.850 siswa SMP, dan Rp 16,303 miliar untuk 16.303 siswa SMA.
Pelaksanaan BOS mendapat dukungan dari anggaran pendidikan yang besar yang berasal dari APBD Kabupaten Cilacap. Tahun 2014 anggaran pendidikan sebesar Rp 956,698 miliar atau 44,53% dari APBD. Anggaran pendidikan dipergunakan untuk belanja gaji Rp 866,715 miliar, belanja modal Dinas Pendidikan  Rp 83,160 miliar, dan belanja barang untuk sekolah Rp 6,822 miliar.
Sarana pendidikan yang terdapat di Cilacap adalah 1.029 SD yang terdiri dari 6.304 ruang kelas, 213 SMP yang terdiri dari 3.014 ruang kelas, dan 69 SMA yang terdiri 1.035 ruang kelas. Sedangkan tenaga pengajar terdiri dari 11.436 guru SD, 3.693 guru SMP, dan 2.563 guru SMA/SMK. Jumlah guru yang mendapat tunjangan sertifikasi sebanyak 7.849 orang yang terdiri dari 6.164 guru PNS dan 1.685 guru non PNS.
Pada periode 2012 – 2014 pemerintah melakukan perbaikan 725 ruang kelas di 350 sekolah dengan total anggaran Rp 70,484 miliar. Semula kondisi ruang kelas reyot dan atapnya bocor, sehingga mengganggu kegiatan belajar. Setelah dilakukan perbaikan kegiatan belajar menjadi nyaman, dan para siswa dapat lebih bersemangat belajar.
Sementara itu  berkaitan dengan Kurikulum 2013, jumlah sekolah yang telah menerapkan Kurikulum 2013 adalah 12 SD, 6 SMP, 17 SMA/SMK. Jumlah buku teks Kurikulum 2013 yang diterima SD sebanyak 8.246 eksemplar, jumlah buku yang diterima SMP 4.741 eksemplar, dan jumlah buku yang diterima SMA/SMK sebanyak  20.112 eksemplar. Jumlah guru yang mengikuti pelatihan Kurikulum 2013 adalah 212 guru SD, 225 guru SMP, dan 90 guru SMA/SMK. Dalam kurikulum pendidikan sebelumnya, siswa bersifat pasif dan guru paling aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan  dalam  Kurikulum  2013 anak didik yang justru dituntut lebih aktif.
Pelaksanaan sekolah gratis melalui BOS dan perbaikan berbagai sarana pendidikan berdampak positif  terhadap angka putus sekolah di Cilacap. Tahun 2004 sebelum dilaksanakan sekolah gratis angka putus sekolah tingkat SD 5% dan turun menjadi 0,10% pada tahun 2013. Tahun 2004 angka putus sekolah tingkat SMP  6%  dan turun menjadi 0,28% tahun 2013. Tahun 2004 angka putus sekolah tingkat SMA 7%  dan turun menjadi 0,41%. Anak-anak yang putus sekolah itu karena mereka malas belajar dan lebih cenderung mencari nafkah untuk membantu orang tuanya. Sementara itu angka kelulusan SD meningkat dari 97,01% tahun 2009   menjadi 99,98% pada tahun 2013. Tahun 2009 angka kelulusan SMP 91,06 % dan meningkat menjadi 99,87% pada tahun 2013. Tahun 2009 angka kelulusan SMA 97,61% dan meningkat menjadi 100% pada tahun 2013.

III.             Masalah

Dampak Positif :
Dampak positif terhdap efektivitas pembelajaran di sekolah, pengurangan beban orang tua serta meningkatkan pelayanan terhadap akses pendidikan.

Dampak Negatif :
Ketergantungan sekolah terhadap BOS, padahal dana BOS tidak mencukupi. Masyarakat tetap harus diberi peluang berpartisipasi dalam pembiayaan pendidikan.
Penyalahgunaan dana BOS :
Kemendiknas mulai menggunakan mekanisme baru penyaluran dana BOS. Dana BOS tidak lagi langsung ditransfer dari bendahara negara ke rekening sekolah, tetapi ditransfer ke kas APBD selanjutnya ke rekening sekolah.
Kemendiknas beralasan, mekanisme baru ini bertujuan untuk memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam penyaluran dana BOS. Dengan cara ini, diharapkan pengelolaan menjadi lebih tepat waktu, tepat jumlah, dan tak ada penyelewengan. Mungkinkah itu? Atau sebaliknya, dana BOS lambat ditransfer, dipotong, atau malah memunculkan penyelewengan dengan modus baru?
Harus diakui, masalah utama dana BOS terletak pada lambatnya penyaluran dan pengelolaan di tingkat sekolah yang tidak transparan. Selama ini, keterlambatan transfer terjadi karena berbagai faktor, seperti keterlambatan transfer oleh pemerintah pusat dan lamanya keluar surat pengantar pencairan dana oleh tim manajer BOS daerah.
Akibatnya, kepala sekolah (kepsek) harus mencari berbagai sumber pinjaman untuk mengatasi keterlambatan itu. Bahkan, ada yang meminjam kepada rentenir dengan bunga tinggi. Untuk menutupi biaya ini, kepsek memanipulasi surat pertanggungjawaban yang wajib disampaikan setiap triwulan kepada tim manajemen BOS daerah. Ini mudah karena kuitansi kosong dan stempel toko mudah didapat.
Kepsek memiliki berbagai kuitansi kosong dan stempel dari beragam toko. Kepsek dan bendahara sekolah dapat menyesuaikan bukti pembayaran sesuai dengan panduan dana BOS, seakan- akan tidak melanggar prosedur.
Tidaklah mengherankan apabila praktik curang dengan mudah terungkap oleh lembaga pemeriksa, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Ibarat berburu di kebun binatang, BPK dengan mudah membidik dan menangkap buruan. BPK dengan mudah menemukan penyelewengan dana BOS di sekolah.
BPK Perwakilan Jakarta, misalnya, menemukan indikasi penyelewengan pengelolaan dana sekolah, terutama dana BOS tahun 2007-2009, sebesar Rp 5,7 miliar di tujuh sekolah di DKI Jakarta. Sekolah-sekolah tersebut terbukti memanipulasi surat perintah jalan (SPJ) dengan kuitansi fiktif dan kecurangan lain dalam SPJ.
Contoh manipulasi antara lain kuitansi percetakan soal ujian sekolah di bengkel AC mobil oleh SDN 012 RSBI Rawamangun. SPJ dana BOS sekolah ini ternyata menggunakan meterai yang belum berlaku. Bahkan lebih parah lagi, BPK tidak menemukan adanya SPJ dana BOS 2008 karena hilang tak tentu rimbanya.
Berdasarkan audit BPK atas pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2007 dan semester I 2008 pada 3.237 sekolah sampel di 33 provinsi, ditemukan nilai penyimpangan dana BOS lebih kurang Rp 28 miliar.
Penyimpangan terjadi pada 2.054 atau 63,5 persen dari total sampel sekolah itu. Rata-rata penyimpangan setiap sekolah mencapai Rp 13,6 juta. Penyimpangan dana BOS yang terungkap antara lain dalam bentuk pemberian bantuan transportasi ke luar negeri, biaya sumbangan PGRI, dan insentif guru PNS.
Periode 2004-2009, kejaksaan dan kepolisian seluruh Indonesia juga berhasil menindak 33 kasus korupsi terkait dengan dana operasional sekolah, termasuk dana BOS. Kerugian negara dari kasus ini lebih kurang Rp 12,8 miliar. Selain itu, sebanyak 33 saksi yang terdiri dari kepsek, kepala dinas pendidikan, dan pegawai dinas pendidikan telah ditetapkan sebagai tersangka.
Perubahan mekanisme penyaluran dana BOS sesuai dengan mekanisme APBD secara tidak langsung mengundang keterlibatan birokrasi dan politisi lokal dalam penyaluran dana BOS. Konsekuensinya, sekolah menanggung biaya politik dan birokrasi.
Sekolah harus rela membayar sejumlah uang muka ataupun pemotongan dana sebagai syarat pencairan dana BOS. Kepsek dan guru juga harus loyal pada kepentingan politisi lokal ketika musim pilkada. Dengan demikian, praktik korupsi dana BOS akan semakin marak karena aktor yang terlibat dalam penyaluran semakin banyak.

IV.             Saran
Banyak masalah yang komplek dalam meningkatkan mutu pendidikan kita sekarang akan tetapi kita harus tetap optimis dalam membangun masa depan yang lebih cerah melalui pendidikan yang lebih baik, oleh karena itu saran sebagai berikut:

a. Peningkatan kesejahteraan pendidik sudah seharusnya sejalan dengan kualitas dan mutu pendidik dimana pendidik harus profesional dimana latar belakang pendidikan guru haruslah sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi guru haruslah terus diasah dengan pelatihan ataupun seminar sehingga peningkatan kualitas pendidik dapat terpenuhi.

b. Sarana pendidikan yang lebih baik seharusnya membuat guru dan siswa menjadi nyaman dalam melakukan kegiatan belajar mengajar yang diharapkan sehingga dapat meningkatkan kualitas kompetensi baik guru maupun siswa.

c. Standarisasi sekolah seharusnya dinilai dari prestasi yang telah dilakukan oleh guru maupun siswa sekolah tersebut sehingga tidak terkesan dipaksakan dimana sekolah yang belum siap dengan ‘gelar’ SSN/SBI lebih siap dan matang menyandang gelar tersebut.

d. Prasarana pendidikan seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah yang nota bene Pemprov DKI Jakarta mempunyai kemampuan untuk hal tersebut karena APBN kita yang 1000 trilyun dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup tinggi sehingga orangtua siswa tidak menanggung biaya tambahan melalui punggutan yang dibebankan oleh sekolah.

Daftar Pustaka :