TOPIK TERKAIT
Metrotvnews.com, Jakarta: Masing-masing calon presiden harus menegaskan kebijakan energi terkait subsidi energi. Pasalnya dalam visi misi yang disampaikan kedua pasangan capres kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak ada yang secara eksplisit menjelaskan kebijakan subsidi energi mereka. Padahal masalah tersebut adalah realita yang membelenggu anggaran saat ini.
Hal ini diungkapkan oleh Pengamat Energi Pri Agung Rakhmanto ketika dihubungi Media Indonesia, Jakarta, Jumat (4/7).
"Harusnya besok ditanya ke depan bagaimana kebijakan soal subsidi energi, supaya konkret. Karena di visi dan misi itu tidak disampaikan padahal itu masalah riil yang harus dihadapi. Memang harus ditanyakan ke kedua capres," ujar Pri Agung.
Pri Agung menilai visi dan misi bidang energi dari kedua pasangan terlalu tinggi. Padahal, siapa pun yang menjadi presiden ke depan, akan langsung berhadapan langsung dengan masalah yang harus segera diselesaian. Tapi justru tidak tertulis dalam visi-misi tersebut.
"Padahal realitasnya itu pemerintahan ke depan akan dihadapkan dengan anggaran BBM tahun ini yang sudah mencapai Rp350 triliun. Itu mau diapain," kata dia seraya menambahkan yang paling krusial dari pemerintahan ke depan adalah bagaimana menghemat anggaran subsidi energi. "Kita tidak ingin buang-buang anggaran subsidi energi," imbuhnya.
Selain menyoal subsidi energi, kedua capres harus bisa menjelaskan upaya yang dilakukan untuk menyediakan energi sebaik-sebaiknya dan bagaimana menarik investor migas sebanyak-banyaknya. "Secara sederhana, operasional dalam 5 tahun kedepan. Jadi bukan hanya visi misi," cetusnya.
Salah satunya, visi soal kedaulatan energi yang diusung oleh kedua capres. Menurutnya, meski kedua calon mengklaim kedaulatan energi menjadi visi pemerintahan ke depan, Pri Agung mengingatkan untuk mewujudkan cita-cita tersebut dibutuhkan modal. Namun sayangnya, modal yang dimiliki terbatas. "Untuk investasi kilang, butuh investor. Untuk bangun transmisi gas, butuh investor. Untuk ekplorasi dan produksi, itu juga butuh investor. Kedua capres musti menjelaskan bagaimana upaya menggaet investor," kata dia.
(Ahl)
Daftar Pustaka :
http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/07/04/261351/kebijakan-subsidi-energi-harus-konkret
Jumat, 11 Juli 2014
Tugas 2 - Kebijakan Pada Masa Pemerintahan SBY
Berikut ini adalah
salah satu kebijakan pada masa Pemerintahan SBY :
Nama Kebijakan : Bantuan
Operasional Sekolah (BOS)
I.
Konsep
Tujuan Bantuan
Operasional Sekolah
Secara umum program BOS
bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan
dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.
Secara khusus program BOS bertujuan untuk:
1.
Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa
SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT (Terbuka) negeri terhadap biaya operasi
sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan
sekolah bertaraf internasional (SBI). Sumbangan/pungutan bagi sekolah RSBI dan
SBI harus tetap mempertimbangkan fungsi pendidikan sebagai kegiatan nirlaba,
sehingga sumbangan/pungutan tidak boleh berlebih;
2.
Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin
dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun
swasta;
3.
Meringankan beban biaya operasi sekolah
bagi siswa di sekolah swasta.
Sasaran Program dan
Besar Bantuan
Sasaran program BOS
adalah semua sekolah SD dan SMP, termasuk SMP (SMPT) dan Tempat Kegiatan
Belajar Mandiri (TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun
swasta di seluruh provinsi di Indonesia. Program Kejar Paket A dan Paket B
tidak termasuk sasaran dari program BOS ini.
Besar biaya satuan BOS
yang diterima oleh sekolah pada tahun anggaran 2012, dihitung berdasarkan
jumlah siswa dengan ketentuan:
- SD/SDLB : Rp 580.000,-/siswa/tahun
- SMP/SMPLB/SMPT : Rp 710.000,-/siswa/tahun
Penggunaan Dana BOS
- Pembelian/penggandaan buku teks pelajaran, yaitu untuk mengganti yang rusak atau untuk memenuhi kekurangan.
- Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, yaitu biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, pembuatan spanduk sekolah bebas pungutan, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut (misalnya untuk fotocopy, konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan siswa baru, dan lainnya yang relevan);
- Pembiayaan kegiatan pembelajaran remedial, PAKEM, pembelajaran kontekstual, pembelajaran pengayaan, pemantapan persiapan ujian, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan sejenisnya (misalnya untuk honor jam mengajar tambahan di luar jam pelajaran, biaya transportasi dan akomodasi siswa/guru dalam rangka mengikuti lomba, fotocopy, membeli alat olah raga, alat kesenian dan biaya pendaftaran mengikuti lomba);
- Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa (misalnya untuk fotocopi/ penggandaan soal, honor koreksi ujian dan honor guru dalam rangka penyusunan rapor siswa);
- Pembelian bahan-bahan habis pakai seperti buku tulis, kapur tulis, pensil, spidol, kertas, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran/majalah pendidikan, minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah, serta pengadaan suku cadang alat kantor;
- Pembiayaan langganan daya dan jasa, yaitu listrik, air, telepon, internet, modem, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan di sekitar sekolah. Khusus di sekolah yang tidak ada jaringan listrik, dan jika sekolah tersebut memerlukan listrik untuk proses belajar mengajar di sekolah, maka diperkenankan untuk membeli genset;
- Pembiayaan perawatan sekolah, yaitu pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan sanitasi/WC siswa, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler, perbaikan sanitasi sekolah, perbaikan lantai ubin/keramik dan perawatan fasilitas sekolah lainnya;
- Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer. Untuk sekolah SD diperbolehkan untuk membayar honor tenaga yang membantu administrasi BOS;
- Pengembangan profesi guru seperti pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS. Khusus untuk sekolah yang memperoleh hibah/block grant pengembangan KKG/MGMP atau sejenisnya pada tahun anggaran yang sama tidak diperkenankan menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama;
- Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transport dari dan ke sekolah, seragam, sepatu/alat tulis sekolah bagi siswa miskin yang menerima Bantuan Siswa Miskin . Jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu penyeberangan, dll);
- Pembiayaan pengelolaan BOS seperti alat tulis kantor (ATK termasuk tinta printer, CD dan flash disk), penggandaan, surat-menyurat, insentif bagi bendahara dalam rangka penyusunan laporan BOS dan biaya transportasi dalam rangka mengambil dana BOS di Bank/PT Pos;
- Pembelian komputer (desktop/work station) dan printer untuk kegiatan belajar siswa, masing-masing maksimum 1 unit dalam satu tahun anggaran;
- Bila seluruh komponen 1 s.d 12 di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran, mesin ketik, peralatan UKS dan mebeler sekolah.
Landasan Hukum
Landasan hukum kebijakan penyaluran dan
pengelolaan dana BOS Tahun 2012 antara lain:
- Peraturan Menteri Keuangan No. 201/PMK.07/2011 tentang Pedoman Umum dan Alokasi BOS Tahun Anggaran 2012
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 51/2011 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS dan Laporan Keuangan BOS Tahun Anggaran 2012
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan BOS
II.
Pembahasan
Pengertian BOS
Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun
2009, standar biaya operasi nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan
untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai
bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan
kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional
Pendidikan. BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk
penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar
sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa jenis
pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana
BOS.
Pelaksanaan Program BOS di DKI Jakarta
Untuk
penyelenggaraan pendidikan di Provinsi DKI Jakarta, selain dibiayai dari APBD
Provinsi DKI Jakarta, Pemprov juga memperoleh anggaran dari Pemerintah Pusat
melalui APBN, yang terdiri dari Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan
Khusus Murid (BKM). Dari anggaran BOS, setiap siswa SD rata-rata memperoleh
sebesar Rp. 21.500,-/per siswa, dan setiap siswa SMP sebesar Rp29.500,-/per
siswa. Sedangkan untuk setiap siswa SMA dan SMK dialokasikan anggaran BKM
sebesar Rp15.000,-/per siswa.
Mengingat
BOS hanya dapat memenuhi sebagian dari kebutuhan operasional sekolah, maka
sejak tahun 2005 Pemprov DKI Jakarta memenuhi kekurangan biaya tersebut melalui
Biaya Operasional Pendidikan (BOP).
Pada
tahun 2009 disalurkan BOP untuk 668.270 siswa SD Negeri (Rp. 60.000 per siswa),
229.493 siswa SMP Negeri (Rp. 110.000 per siswa), 92.226 siswa SMA Negeri (Rp.
35.000 per siswa) dan kepada 42.745 siswa SMK Negeri (Rp. 44.000 per siswa).
Selama
tahun 2009, pada jenjang pendidikan (TK Negeri, SD Negeri, Madrasah Ibtidaiyah
Negeri, SMP Negeri, Madrasah Tsnawiyah negeri, SD Pendidikan Luar Biasa, SMP
Luar Biasa, SMA Negeri dan SMK Negeri), dengan jumlah siswa 1.080.630 orang,
menerima BOP sebesar Rp.936.046.434.000,- Pada tahun 2010, diusulkan rata-rata
BOP persiswa sebesar Rp.75.000.
Pelaksanaan Program BOS di Cilacap, Jawa Tengah.
Pendidikan berandil besar
dalam memajukan suatu bangsa. Semakin banyak warga yang menikmati pendidikan,
tentu semakin banyak pula kemajuan yang bisa dicapai. Untuk menyukseskan
pendidikan demi mempercepat kemajuan bangsa, pemerintah menetapkan pengembangan
pendidikan sebagai program prioritas. Perhatian pemerintah yang besar pada
dunia pendidikan itu salah satunya diwujudkan melalui pemberian Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa SD dan SMP yang berdampak adanya
pelaksanaan sekolah gratis. BOS SD dan SMP secara serentak dilaksanakan
di Indonesia pada tahun 2005. BOS kemudian diperluas untuk tingkat SMA yang
dilaksanakan mulai tahun ajaran 2013-2014. BOS untuk SD sebesar Rp 580
ribu/siswa/tahun, BOS untuk SMP sebesar Rp 710 ribu/siswa/tahun, dan BOS untuk
SMA sebesar Rp 1 juta/tahun/siswa.
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, salah satu
daerah yang melaksanakan BOS untuk SD – SMA. Tahun ajaran 2013 – 2014 anggaran
BOS sebesar Rp 168,869 miliar yang terdiri dari Rp 100,842 miliar untuk
173.867 siswa SD, Rp 51,723 miliar untuk 72.850 siswa SMP, dan Rp 16,303 miliar
untuk 16.303 siswa SMA.
Pelaksanaan BOS mendapat dukungan dari
anggaran pendidikan yang besar yang berasal dari APBD Kabupaten Cilacap. Tahun 2014 anggaran pendidikan sebesar Rp
956,698 miliar atau 44,53% dari APBD. Anggaran pendidikan dipergunakan
untuk belanja gaji Rp 866,715 miliar, belanja modal Dinas Pendidikan Rp
83,160 miliar, dan belanja barang untuk sekolah Rp 6,822 miliar.
Sarana pendidikan yang terdapat di Cilacap
adalah 1.029 SD yang terdiri dari 6.304 ruang kelas, 213 SMP yang terdiri dari
3.014 ruang kelas, dan 69 SMA yang terdiri 1.035 ruang kelas. Sedangkan tenaga
pengajar terdiri dari 11.436 guru SD, 3.693 guru SMP, dan 2.563 guru SMA/SMK.
Jumlah guru yang mendapat tunjangan sertifikasi sebanyak 7.849 orang yang
terdiri dari 6.164 guru PNS dan 1.685 guru non PNS.
Pada periode 2012 – 2014 pemerintah
melakukan perbaikan 725 ruang kelas di 350 sekolah dengan total anggaran Rp
70,484 miliar. Semula kondisi ruang kelas reyot dan atapnya bocor, sehingga
mengganggu kegiatan belajar. Setelah dilakukan perbaikan kegiatan belajar menjadi
nyaman, dan para siswa dapat lebih bersemangat belajar.
Sementara itu berkaitan dengan
Kurikulum 2013, jumlah sekolah yang telah menerapkan Kurikulum 2013 adalah 12
SD, 6 SMP, 17 SMA/SMK. Jumlah buku teks Kurikulum 2013 yang diterima SD
sebanyak 8.246 eksemplar, jumlah buku yang diterima SMP 4.741 eksemplar, dan
jumlah buku yang diterima SMA/SMK sebanyak 20.112 eksemplar. Jumlah guru
yang mengikuti pelatihan Kurikulum 2013 adalah 212 guru SD, 225 guru SMP, dan
90 guru SMA/SMK. Dalam kurikulum pendidikan sebelumnya, siswa bersifat pasif
dan guru paling aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan
dalam Kurikulum 2013 anak didik yang justru dituntut lebih aktif.
Pelaksanaan sekolah gratis melalui BOS dan
perbaikan berbagai sarana pendidikan berdampak positif terhadap angka
putus sekolah di Cilacap. Tahun 2004 sebelum dilaksanakan sekolah gratis angka
putus sekolah tingkat SD 5% dan turun menjadi 0,10% pada tahun 2013. Tahun 2004
angka putus sekolah tingkat SMP 6% dan turun menjadi 0,28% tahun
2013. Tahun 2004 angka putus sekolah tingkat SMA 7% dan turun menjadi
0,41%. Anak-anak yang putus sekolah itu karena mereka malas belajar dan lebih
cenderung mencari nafkah untuk membantu orang tuanya. Sementara itu angka
kelulusan SD meningkat dari 97,01% tahun 2009 menjadi 99,98% pada
tahun 2013. Tahun 2009 angka kelulusan SMP 91,06 % dan meningkat menjadi 99,87%
pada tahun 2013. Tahun 2009 angka kelulusan SMA 97,61% dan meningkat menjadi
100% pada tahun 2013.
III.
Masalah
Dampak Positif :
Dampak positif terhdap
efektivitas pembelajaran di sekolah, pengurangan beban orang tua serta
meningkatkan pelayanan terhadap akses pendidikan.
Dampak Negatif :
Ketergantungan sekolah
terhadap BOS, padahal dana BOS tidak mencukupi. Masyarakat tetap harus diberi
peluang berpartisipasi dalam pembiayaan pendidikan.
Penyalahgunaan dana BOS
:
Kemendiknas mulai menggunakan mekanisme
baru penyaluran dana BOS. Dana BOS tidak lagi langsung ditransfer dari
bendahara negara ke rekening sekolah, tetapi ditransfer ke kas APBD selanjutnya
ke rekening sekolah.
Kemendiknas beralasan, mekanisme baru ini
bertujuan untuk memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah
dalam penyaluran dana BOS. Dengan cara ini, diharapkan pengelolaan menjadi
lebih tepat waktu, tepat jumlah, dan tak ada penyelewengan. Mungkinkah itu?
Atau sebaliknya, dana BOS lambat ditransfer, dipotong, atau malah memunculkan
penyelewengan dengan modus baru?
Harus diakui, masalah utama dana BOS
terletak pada lambatnya penyaluran dan pengelolaan di tingkat sekolah yang
tidak transparan. Selama ini, keterlambatan transfer terjadi karena berbagai
faktor, seperti keterlambatan transfer oleh pemerintah pusat dan lamanya keluar
surat pengantar pencairan dana oleh tim manajer BOS daerah.
Akibatnya, kepala sekolah (kepsek) harus
mencari berbagai sumber pinjaman untuk mengatasi keterlambatan itu. Bahkan, ada
yang meminjam kepada rentenir dengan bunga tinggi. Untuk menutupi biaya ini,
kepsek memanipulasi surat pertanggungjawaban yang wajib disampaikan setiap
triwulan kepada tim manajemen BOS daerah. Ini mudah karena kuitansi kosong dan
stempel toko mudah didapat.
Kepsek memiliki berbagai kuitansi kosong
dan stempel dari beragam toko. Kepsek dan bendahara sekolah dapat menyesuaikan
bukti pembayaran sesuai dengan panduan dana BOS, seakan- akan tidak melanggar
prosedur.
Tidaklah mengherankan apabila praktik
curang dengan mudah terungkap oleh lembaga pemeriksa, seperti Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Ibarat berburu di
kebun binatang, BPK dengan mudah membidik dan menangkap buruan. BPK dengan
mudah menemukan penyelewengan dana BOS di sekolah.
BPK Perwakilan Jakarta, misalnya,
menemukan indikasi penyelewengan pengelolaan dana sekolah, terutama dana BOS
tahun 2007-2009, sebesar Rp 5,7 miliar di tujuh sekolah di DKI Jakarta.
Sekolah-sekolah tersebut terbukti memanipulasi surat perintah jalan (SPJ)
dengan kuitansi fiktif dan kecurangan lain dalam SPJ.
Contoh manipulasi antara lain kuitansi
percetakan soal ujian sekolah di bengkel AC mobil oleh SDN 012 RSBI Rawamangun.
SPJ dana BOS sekolah ini ternyata menggunakan meterai yang belum berlaku.
Bahkan lebih parah lagi, BPK tidak menemukan adanya SPJ dana BOS 2008 karena
hilang tak tentu rimbanya.
Berdasarkan audit BPK atas pengelolaan
dana BOS tahun anggaran 2007 dan semester I 2008 pada 3.237 sekolah sampel di
33 provinsi, ditemukan nilai penyimpangan dana BOS lebih kurang Rp 28 miliar.
Penyimpangan terjadi pada 2.054 atau 63,5
persen dari total sampel sekolah itu. Rata-rata penyimpangan setiap sekolah
mencapai Rp 13,6 juta. Penyimpangan dana BOS yang terungkap antara lain dalam
bentuk pemberian bantuan transportasi ke luar negeri, biaya sumbangan PGRI, dan
insentif guru PNS.
Periode 2004-2009, kejaksaan dan
kepolisian seluruh Indonesia juga berhasil menindak 33 kasus korupsi terkait
dengan dana operasional sekolah, termasuk dana BOS. Kerugian negara dari kasus
ini lebih kurang Rp 12,8 miliar. Selain itu, sebanyak 33 saksi yang terdiri
dari kepsek, kepala dinas pendidikan, dan pegawai dinas pendidikan telah
ditetapkan sebagai tersangka.
Perubahan mekanisme penyaluran dana BOS
sesuai dengan mekanisme APBD secara tidak langsung mengundang keterlibatan
birokrasi dan politisi lokal dalam penyaluran dana BOS. Konsekuensinya, sekolah
menanggung biaya politik dan birokrasi.
Sekolah harus rela membayar sejumlah uang
muka ataupun pemotongan dana sebagai syarat pencairan dana BOS. Kepsek dan guru
juga harus loyal pada kepentingan politisi lokal ketika musim pilkada. Dengan
demikian, praktik korupsi dana BOS akan semakin marak karena aktor yang
terlibat dalam penyaluran semakin banyak.
IV.
Saran
Banyak masalah yang
komplek dalam meningkatkan mutu pendidikan kita sekarang akan tetapi kita harus
tetap optimis dalam membangun masa depan yang lebih cerah melalui pendidikan
yang lebih baik, oleh karena itu saran sebagai berikut:
a. Peningkatan
kesejahteraan pendidik sudah seharusnya sejalan dengan kualitas dan mutu
pendidik dimana pendidik harus profesional dimana latar belakang pendidikan
guru haruslah sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi guru haruslah terus
diasah dengan pelatihan ataupun seminar sehingga peningkatan kualitas pendidik
dapat terpenuhi.
b. Sarana pendidikan
yang lebih baik seharusnya membuat guru dan siswa menjadi nyaman dalam
melakukan kegiatan belajar mengajar yang diharapkan sehingga dapat meningkatkan
kualitas kompetensi baik guru maupun siswa.
c. Standarisasi sekolah
seharusnya dinilai dari prestasi yang telah dilakukan oleh guru maupun siswa
sekolah tersebut sehingga tidak terkesan dipaksakan dimana sekolah yang belum
siap dengan ‘gelar’ SSN/SBI lebih siap dan matang menyandang gelar tersebut.
d. Prasarana pendidikan
seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah yang nota bene Pemprov DKI
Jakarta mempunyai kemampuan untuk hal tersebut karena APBN kita yang 1000
trilyun dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup tinggi sehingga orangtua
siswa tidak menanggung biaya tambahan melalui punggutan yang dibebankan oleh
sekolah.
Daftar
Pustaka :
Langganan:
Postingan (Atom)