Welcome Comments Pictures

Jumat, 01 Mei 2015

Softkill BAB 5,6&7

Hukum Perjanjian
A. Standar Kontrak
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.
Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.
Sedangkan menurut Pareto adalah suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memperburuk.
Menurut Treitel, “freedom of contract” digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum (general principle). Asas umum yang pertama mengemukakan bahwa “hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak, asas tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Jadi ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat, dan yang kedua bahwa pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perizinan. Intinya adalah bahwa kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan dipaksa adalah contradictio in terminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat. Yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pihak kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud. Dengan akibat transaksi yang diinginkan tidak dapat dilangsungkan. Inilah yang terjadi dengan berlakunya perjanjian baku di dunia bisnis pada saat ini. Namun kebebasan berkontrak diatas tidak dapat berlaku mutlak tanpa batas. Artinya kebebasan berkontrak tidak tak terbatas.
B. Macam Macam Perjanjian
Syarat sahnya perjanjian: pelaku perjanjian sudah dewasa/cakap dan terjadi kesepakatan. Dewasa menurut hukum perjanjian adalah berumur 21 tahun atau sudah menikah. Dewasa secara hukum berarti berumur 19 tahun (laki-laki) atau 16 tahun (wanita).
Yang dimaksud dengan seseorang yang berada di bawah pengampunannya adalah orang-orang yang lemah ingatan (idiot, gila, fisil, difisil). Idiot adalah mampu mengurus sendiri tapi tidak bisa berpikir secara orang kebanyakan. Fisil artinya mampu mengurus diri sendiri sebatas hal-hal tertentu. Difisil artinya tergantung pada orang lain.
Bersifat fakultatif artinya merupakan hak apriori, boleh dilaksanakan dan boleh tidak dilaksanakan. Hak menguasai ada 2:
  1. Hak milik, adalah hak yang tertinggi. Hak eigendom. Ia memiliki dan menguasai yang dimilikinya.
  2. Hak menguasai atau hak pesit atau hak tidak sempurna. Ia hanya dapat menguasai, tapi tidak memiliki.
Bagian-bagian perjanjian:
  1. Esensialia (harus ada): (misal untuk jual beli tanah) siapa penjual, hubungan penjual dengan yang dijual, siapa pembelinya, tanahnya luasnya berapa, lokasi, batas, ada harganya.
  2. Naturalia (harus ada): hal-hal yang mengatur perjanjian seperti cara pembayaran (cash/angsur), cara penyerahan (cash/tidak cash), hal ini penting karena menyangkut tanggung jawab.
  3. Accidentalia (tidak harus ada).
C. Syarat Sah Perjanjian
Perjanjian merupakan suatu “perbuatan”, yaitu perbuatan hukum, perbuatan yang mempunyai akibat hukum. Perjanjian juga bisa dibilang sebagai perbuatan untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban, yaitu akibat-akibat hukum yang merupakan konsekuensinya. Perbuatan hukum dalam perjanjian merupakan perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan sesuatu, yaitu memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yang disebut prestasi. Prestasi itu meliputi perbuatan-perbuatan:
  • Menyerahkan sesuatu, misalnya melakukan pembayaran harga barang dalam perjanjian jual beli barang.
  • Melakukan sesuatu, misalnya menyelesaikan pembangunan jembatan dalam perjanjian pemborongan pekerjaan.
  • Tidak melakukan sesuatu, misalnya tidak bekerja di tempat lain selain perusahaan tempatnya bekerja dalam perjanjian kerja.
Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub hak dan kewajiban. Pihak yang berkewajiban memenuhi isi perjanjian disebut debitur, sedangkan pihak lain yang berhak atas pemenuhan kewajiban itu disebut kreditur. Contoh: Dalam perjanjian jual beli mobil, sebagai penjual Gareng berhak memperoleh pembayaran uang harga mobil, dan disisi lain ia juga berkewajiban untuk menyerahkan mobilnya kepada Petruk. Sebaliknya, sebagai pembeli Petruk wajib membayar lunas harga mobil itu dan ia sekaligus berhak memperoleh mobilnya.
Selain orang-perorangan (manusia secara biologis), para pihak dalam perjanjian bisa juga terdiri dari badan hukum. Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan hukum yang dapat menjadi salah satu pihak atau keduanya dalam perjanjian. Kedua-duanya merupakan subyek hukum, yaitu pihak-pihak yang dapat melakukan perbuatan hukum, pihak-pihak yang mengemban hak dan kewajiban. Suatu badan hukum segala perbuatan hukumnya akan mengikat badan hukum itu sebagai sebuah entitas legal (legal entity). Meskipun perbuatan badan hukum itu diwakili pemimpinnya misalnya Direktur dalam Perseroan Terbatas namun perbuatan itu tidak mengikat pemimpin badan hukum itu secara perorangan, melainkan mewakili perusahaan sebagai legal entity.
D. Saat Lahirnya Perjanjian
Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan.
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat:
  1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
  3. Suatu pokok persoalan tertentu.
  4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Dua syarat pertama disebut juga dengan syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum.
Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya.
E. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
a. Pembatalan
Apabila suatu syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum. Dalam hal demikian, secara yuridis dari semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak pula suatu perikatan antara orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu. Persetujuan kedua belah pihak yang merupakan kesepakatan itu, harus diberikan secara bebas.
Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat perizinan tidak bebas, yaitu: paksaan, kekhilafan dan penipuan. Yang dimaksud dengan paksaan, adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa, jadi bukan paksaan badan. Kekhilafan atau kekeliruan terjadi, apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi obyek perjanjian, ataupun mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu. Penipuan terjadi, apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Ada dua cara untuk meminta pembatalan perjanjian itu. Pertama pihak yang berkepentingan secara aktif sebagai penggugat meminta kepada hakim supaya perjanjian itu dibatalkan. Cara kedua, menunggu sampai ia digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian tersebut.
b. Pelaksanaan
Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu:
  1. Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang;
  2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu;
  3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu. Contoh perjanjian yang pertama adalah: jual-beli, tukar-menukar, penghibahan, sewa-menyewa.
Contoh perjanjian yang kedua adalah: perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian perubahan, perjanjian untuk membuat sebuah garasi.
Contoh perjanjian yang ketiga adalah: perjanjian untuk tidak mendirikan tembok, perjanjian untuk tidak mendirikan suatu perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan seorang lain. Pedoman-pedoman lain yang penting dalam menafsirkan suatu perjanjian adalah:
  • Jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran, maka haruslah diselidiki maksud kedua belah pihak yang membuat perjanjian itu, daripada memegang teguh arti kata-kata menurut huruf.
  • Jika sesuatu janji berisikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang sedemikian rupa yang memungkinkan janji itu dilaksanakan, daripada memberikan pengertian yang tidak memungkinkan suatu pelaksanaan.
  • Jika kata-kata dapat memberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian.
  • Apa yang meragu-ragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan di negeri atau di tempat di mana perjanjian diadakan.
  • Semua janji harus diartikan dalam hubungan satu sama lain; tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya yang telah mengikatkan dirinya untuk itu.
Sumber:
HUKUM DAGANG
( KUHD )

A. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Berikut beberapa pengertian dari Hukum Perdata:
  1. Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
  1. Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.
  1. Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum Dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan, atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan.
Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH Perdata merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogate lex generalis (hukum khusus mengesampingkan hukum umum). Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata.
Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi dua, tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan. Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada:
  1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan:
  • Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K).
  • Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW).
  1. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1KUHdagang, yang isinya sebagai berikut:
Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUHdagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hal ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalam KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
KUHD lahir bersama KUH Perdata yaitu tahun 1847 di Negara Belanda, berdasarkan asas konkordansi juga diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 kedua kitab tersebut berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas dua buku, buku I berjudul perdagangan pada umumnya, buku II berjudul Hak dan Kewajiban yang timbul karena perhubungan kapal.
Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada:
  • Hukum tertulis yang dikodifikasi yaitu:
  • KUHD.
  • KUH Perdata.
  • Hukum tertulis yang tidak dikodifikasi, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan, misal UU Hak Cipta.
Materi-materi hukum dagang dalam beberapa bagian telah diatur dalam KUH Perdata yaitu tentang Perikatan, seperti jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam. Secara khusus materi hukum dagang yang belum atau tidak diatur dalam KUHD dan KUH Perdata, ternyata dapat ditemukan dalam berbagai peraturan khusus yang belum dikodifikasi seperti tentang koperasi, perusahaan negara, hak cipta, dll.
Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang merupakan perluasan dari Hukum Perdata.
Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.
B. Berlakunya Hukum Dagang
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya). Tetapi pada saat itu hukum Romawi (corpus lurus civilis) tidak dapat menyelesaikan perkara-perkara dalam perdagangan, maka dibuatlah hukum baru di samping hukum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke-17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hukum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan) dan hukum pedagang ini bersifat unifikasi.
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hukum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tentang kedaulatan.
Kemudian kodifikasi hukum Perancis tersebut tahun 1807 dinyatakan berlaku juga di Nedherland sampai tahun 1838. Pada saat itu pemerintah Nedherland menginginkan adanya Hukum Dagang sendiri. Dalam usul KUHD Belanda dari tahun 1819 direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 Kitab, tetapi di dalamnya tidak mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan. Perkara-perkara dagang diselesaikan di muka pengadilan biasa. Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD Belanda tahun 1838. Akhirnya berdasarkan asas konkordansi pula, KUHD Nedherland 1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia. Pada tahun 1893 UU Kepailitan dirancang untuk menggantikan Buku III dari KUHD Nedherland dan UU Kepailitan mulai berlaku pada tahun 1896. (C. S. T. Kansil, 1985 : 11-14).
KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847 (S. 1847-23), yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka dari “Wetboek van Koophandel” dari Belanda yang dibuat atas dasar asas konkordansi (pasal 131 I.S.). Wetboek van Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari di Limburg. Selanjutnya Wetboek van Koophandel Belanda itu juga mangambil dari “Code du Commerce” Perancis tahun 1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga hukum yang diatur dalam Code du Commerce Perancis itu diambil alih oleh Wetboek van Koophandel Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai peradilan khusus tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan (speciale handelsrechtbanken). (H. M. N. Purwosutjipto, 1987 : 9).
Pada tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 Indonesia hanya memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab I (C. S. T. Kansil, 1985 : 14). Karena asas konkordansi juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nedherland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Nedherland pada 31 Desember 1830. KUHS Belanda ini berasal dari KUHD Perancis (Code Civil) dan Code Civil ini bersumber pula pada kodifikasi Hukum Romawi “Corpus Iuris Civilis” dari Kaisar Justinianus (527-565) (C. S. T. Kansil, 1985 : 10).
C. Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan perusahaannya. Dalam menjalankan perusahannya pengusaha dapat:
  1. Melakukan sendiri. Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.
  2. Dibantu oleh orang lain. Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
  3. Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan. Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar.
Sebuah perusahaan dapat dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang pengusaha dalam bentuk kerjasama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang pengusaha dapat bekerja sendirian atau dapat dibantu oleh orang-orang lain disebut “pembantu-pembantu perusahaan”. Orang-orang perantara ini dapat dibagi dalam dua golongan. Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja saja dalam pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan handels-bedienden. Dalam golongan ini termasuk, misal pelayan, pemegang buku, kasir, procuratie houder dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi dapat dipandang sebagai seorang lasthebber dalam pengertian BW. Dalam golongan ini termasuk makelar, komisioner.
Namun, di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
 Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi:
  1. Membantu didalam perusahaan.
  2. Membantu diluar perusahaan.
Adapun pembantu-pembantu dalam perusahaan antara lain:
  1. Pelayan took.
  2. Pekerja keliling.
  3. Pengurus filial.
  4. Pemegang prokurasi.
  5. Pimpinan perusahaan.
Hubungan hukum antara pimpinan perusahaan dengan pengusaha bersifat:
  • Hubungan Perburuhan, yaitu hubungan yang subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang diperintah. Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan perusahaan dengan sebaik-baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk membayar upahnya (pasal 1601a KUHPER).
  • Hubungan Pemberian Kekuasaan, yaitu hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792 dst KUHPER yang menetapkan sebagai berikut ”pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya untuk atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan”. Pengusaha merupakan pemberi kuasa, sedangkan si manager merupakan pemegang kuasa. Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk melaksakan perintah si pemberi kuasa, sedangkan si pemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai dengan perjanjian yang bersangkutan.
Dua sifat hukum tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dan pengusaha, tetapi juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan, yakni: pemegang prokurasi, pengurus filial, pekerja keliling dan pelayan toko. Karena hubungan hukum tersebut bersifat campuran, maka berlaku pasal 160c KUHPER, yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan mengenai perburuhan berlaku padanya. Kalau ada perselisihan antara kedua peraturan itu, maka berlaku peraturan mengenai perjanjian perburuhan (pasal 1601c ayat (1) KUHPER.
Adapun pembantu-pembantu luar perusahaan antara lain:
  • Agen Perusahaan
Hubungan pengusaha dengan agen perusahaan adalah sama tinggi dan sama rendah. Hubungan agen perusahaan bersifat tetap. Agen perusahaan juga mewakili pengusaha, maka ada hubungan pemberi kuasa. Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam Bab XVI, Buku II, KUHPER, mulai dengan pasal 1792, sampai dengan 1819. Perjanjian bentuk ini selalu mengandung unsur perwakilan (volmacht) bagi pemegang kuasa (pasal 1799 KUHPER). Dalam hal ini agen perusahaan sebagai pemegang kuasa, mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama pengusaha.
  • Perusahaan perbankan.
  • Pengacara.
  • Notaris.
  • Makelar.
  • Komisioner.

D. Pengusaha dan Kewajibannya
Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan.
Menurut undang-undang, ada dua kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha, yaitu:
  1. Membuat pembukuan
Pasal 6 KUH Dagang, menjelaskan makna pembukuan yakni mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan dengan perusahaan, sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak. Selain itu, di dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 8 tahun 1997, yang dimaksud dokumen perusahaan adalah:
  • Dokumen keuangan
Terdiri dari catatan, bukti pembukuan, dan data administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan.
  • Dokumen lainnya
Terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen keuangan.
  1. Mendaftarkan Perusahaan
Dengan adanya Undang-Undang No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan menurut hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985.
Dalam Undang-Undang No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang dimaksud daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya, memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.
Pasal 32-35 Undang-Undang No. 3 tahun 1982 merupakan ketentuan pidana, sebagai berikut:
  • Barang siapa yang menurut undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya diwajibkan mendaftarkan perusahaan dalam daftar perusahaan yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajibannya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
  • Barang siapa melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru atau tidak lengkap dalam daftar perusahaan diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah).

E. Bentuk-Bentuk Badan Usaha
Usaha bisnis dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Di Indonesia kita mengenal 3 macam bentuk badan yaitu:
  1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
  2. Badan Usaha Milik Swasta.
  3. Koperasi.
Pembagian atas tiga bentuk Badan Usaha tersebut bersumber dari Undang–Undang 1945 khususnya pasal 33. Dalam pasal tersebut terutang adanya Konsep Demokrasi Ekonomi bagi perekonomian Negara. Di mana dalam Konsep Demokrasi Ekonomi ini terdapat adanya kebebasan berusaha bagi seluruh warga negaranya dengan batas–batas tertentu. Hal ini berarti bahwa segenap warga negara Republik Indonesia diberikan kebebasan dalam menjalankan untuk kegiatan bisnisnya. Hanya saja kebebasan itu tidaklah tak ada batasnya, akan tetapi kebebasan tersebut ada batasanya.
Adapun batas–batas tertentu itu meliputi dua macam jenis usaha, dimana terhadap kedua jenis usaha ini pihak swasta dibatasi gerak usahanya. Kedua jenis usaha itu adalah:
  • Jenis–jenis usaha yang VITAL yaitu usaha–usaha yang memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian negara. Misalnya saja: minyak dan gas bumi, baja, hasil pertambangan, dsb.
  • Jenis–jenis usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak. Misalnya saja: usaha perlistrikan, air minum, kereta api, pos, telekomunikasi dsb.
Terhadap kedua jenis usaha tersebut pengusahaannya dibatasi yaitu bahwa usaha-usaha ini hanya boleh dikelola Negara.
  1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
  2. Badan Usaha Milik Swasta.
Bentuk badan usaha ini adalah badan usaha yang pemiliknya sepenuhnya berada ditangan individu atau swasta. Yang bertujuan untuk mencari keuntungan sehingga ukuran keberhasilannya juga dari banyaknya keuntungan yang diperoleh dari hasil usahanya. Perusahaan ini sebenarnya tidaklah selalu bermotif mencari keuntungan semata tetapi ada juga yang tidak bermotif mencari keuntungan. Contoh: perusahaan swasta yang bermotif nir-laba yaitu Rumah Sakit, Sekolahan, Akademik, dll.
Bentuk badan usaha ini dapat dibagi kedalam beberapa macam:
a. Perseorangan
Bentuk ini merupakan bentuk yang pertama kali muncul di bidang bisnis yang paling sederhana, dimana dalam hal ini tidak terdapat pembedaan pemilikan antara hal milik pribadi dengan milik perusahaan. Harta benda yang merupakan kekayaan pribadi sekaligus juga merupakan kekayaan perusahaan yang setiap saat harus menanggung utang–utang dari perusahaan itu.
Bentuk badan usaha semacam ini pada umumnya terjadi pada perusahaan–perusahaan kecil, misalnya bengkel kecil, toko pengecer kecil, kerajinan, serta jasa dll.
Keuntungan–keuntungan dari bentuk Perseorangan ini adalah:
  • Penguasaan sepenuhnya terhadap keuntungan yang diperoleh.
  • Motivasi usaha yang tinggi.
  • Penanganan aspek hukum yang minimal.
Kekurangan–kekurangan dari bentuk Perseorangan ini adalah:
  • Mengandung tanggung jawab keuangan tak terbatas.
  • Keterbatasan kemampuan keuangan.
  • Keterbatasan manajerial.
  • Kontinuitas kerja karyawan terbatas.
b. Firma
Bentuk ini merupakan perserikatan atau kongsi ataupun persatuan dari beberapa pengusaha swasta menjadi satu kesatuan usaha bersama. Perusahaan ini dimiliki oleh beberapa orang dan pimpin atau dikelola oleh beberapa orang pula.
Tujuan perserikatan ini adalah untuk menjadikan usahanya menjadi lebih besar dan lebih kuat dalam permodalannya.
Bentuk ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang sama dengan bentuk Perseorangan, akan tetapi karena Firma ini adalah gabungan dari beberapa usaha perseorangan maka kontinuitas akan lebih lama, kemampuan permodalannya akan lebih menjadi besar. Akan tetapi tidak jarang dengan bergabungnya dua orang pengusaha itu justru mengakibatkan perselisihan yang kadang–kadang usahanya menjadi tak terkontrol dengan baik karena sering terjadi konflik antar keduanya.
c. Perserikatan Komanditer (CV)
Bentuk ini banyak dilakukan untuk mempertahankan kebaikan–kebaikan dari bentuk perseorangan yang memberikan kebebasan dan penguasaan penuh bagi pemiliknya atas keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan. Disamping itu untuk menghilangkan atau mengurangi kejelekan dalam hal keterbatasan modal yang dimilikinya maka diadakanlah penyertaan modal dari para anggota yang tidak ikut aktif mengelola bisnisnya yang hanya menyertakaan modalnya saja dalam bisnis itu.
Bentuk ini memiliki dua macam anggota yaitu:
  • Anggota aktif (Komanditer Aktif) adalah anggota yang aktif menjalankan usaha bisnisnya dan menanggung segala utang-utang perusahaan.
  • Anggota tidak aktif (Komanditer Diam) adalah anggota yang hanya menyertakan modalnya saja. Maka dari itu keterbatasan modal perusahaan dapat dihindarkan, sehingga perusahaan akan dapat mencari dan mendapatkan modal yang lebih besar untuk keperluan bisnisnya. Hal ini merupakan salah satu kebaikan dari bentuk Perserikatan Komanditer, dibandingkan dengan bentuk–bentuk lain yang sudah dibicarakan diatas.
f. Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas merupakan bentuk yang banyak dipilih, terutama untuk bisnis–bisnis yang besar. Bentuk ini memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk menyertakan modalnya kedalam bisnis tersebut dengan cara membeli saham yang dikeluarkan oleh Perusahaan itu. Dengan membeli saham suatu perusahaan masyarakat akan menjadi ikut serta memiliki perusahaan itu atau dengan kata lain mereka menjadi Pemilik Perusahaan tersebut. Atas pemilikan saham itu maka mereka para pemegang saham itu lalu berhak memperoleh pembagian laba atau Deviden dari perusahaan tersebut. Para pemegang saham itu mempunyai tanggung jawab yang terbatas pada modal yang disertakan itu saja dan tidak ikut menanggunng utang–utang yang dilakukan oleh perusahaan.
Perseroan Terbatas ini akan menjadi suatu Badan Hukum tersendiri yang berhak melakukan tindakan–tindakan bisnis terlepas dari pemegang saham. Bentuk ini berbeda dengan bentuk yang terdahulu yang memiliki tanggung jawab tak terbatas bagi para pemiliknya, yang artinya para pemilik akan menanggung seluruh utang yang dilakukan oleh perusahaan. Berarti apabila kekayaan perusahaan maka kekayaan pribadi dari para pemiliknya ikut menanggung utang tersebut. Dengan semacam itu tanggung jawab renteng. Lain halnya dengan bentuk PT dimana dalam bentuk ini tanggung jawab pemilik atau pemegang saham adalah terbatas, yaitu sebatas modal yang disetorkannya. Kekayaan pribadi pemilik tidak ikut menanggung utang–utang perusahaan. Oleh karena itu bentuk ini disebut Perseroan Terbatas (Naamlose Venootschaap/NV).
Kelebihan-kelebihan bentuk ini adalah:
  • Memiliki masa hidup yang terbatas.
  • Pemisahan kekayaan dan utang–utang pemilik dengan kekayaan dan utang-utang perusahaan.
  • Kemampuan memperoleh modal yang sangat luas.
  • Penggunaan manajer yang profesional.
g. Koperasi
Koperasi adalah usaha bersama yang memiliki organisasi berdasarkan atas asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan untuk menyejahterahkan anggotanya. Dilihat dari lingkunganyya koperasi dapat dibagi menjadi:
  1. Koperasi Sekolah.
  2. Koperasi Pegawai Republik Indonesia.
  3. KUD.
  4. Koperasi Konsumsi.
  5. Koperasi Simpan Pinjam.
  6. Koperasi Produksi.
Prinsip koperasi:
  • Keanggotaan bersifat suka rela.
  • Pengelolaan bersifat demokratis.
hYayasan
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, yayasan merupakan suatu badan hukum dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu, yakni:
  1. Yayasan terdiri atas kekayaan yang terpisahkan.
  2. Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan.
  3. Yayasan mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
  4. Yayasan tidak mempunyai anggota.
Yang termasuk sebagai organ yayasan adalah:
  1. Pembina, yaitu organ yayasan yang mempunyai kewenangan dan memegang kekuasaan tertinggi.
  2. Pengurus, yaitu organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan. Seorang pengurus harus mampu melakukan perbuatan hukum dan diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina.
  3. Pengawas, yaitu organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan.
IBadan Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha apapun yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali jika ditentukan lain berdasarkan Undang-Undang.
BUMN adalah bentuk bentuk badan hukum yang tunduk pada segala macam hukum di Indonesia. Karena perusahaan ini milik negara, maka tujuan utamanya adalah membangun ekonomi sosial menuju beberapa bentuk perusahaan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Ciri-ciri utama BUMN adalah:
  • Tujuan utama usahanya adalah melayani kepentingan umum sekaligus mencari keuntungan.
  • Berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan Undang-undang.
  • Pada umumnya bergerak pada bidang jasa-jasa vital.
  • Mempunyai nama dan kekayaan serta bebas bergerak untuk mengikat suatu perjanjian, kontrak serta hubungan-hubungan dengan pihak lainnya.
  • Dapat dituntut dan menuntut, sesuai dengan ayat dan pasal dalam hukum perdata.
  • Seluruh atau sebagian modal milik negara serta dapat memperoleh dana dari pinjaman dalam dan luar negeri atau dari masyarakat dalam bentuk obligasi.
  • Setiap tahun perusahaan menyusun laporan tahunan yang memuat neraca dan laporan rugi laba untuk disampaikan kepada yang berkepentingan.
BUMN digolongkan menjadi 3 jenis yaitu:
  • Perusahaan Jawatan (Perjan)
Perusahaan ini bertujuan pelayanan kepada masyarakat dan bukan semata-mata mencari keuntungan.
  • Perusahaan Umum (Perum)
Perusahan ini seluruh modalnya diperoleh dari negara. Perum bertujuan untuk melayani masyarakat dan mencari keuntungan.
  • Perusahaan Perseroan (Persero)
Perusahaan ini modalnya terdiri atas saham-saham. Sebagian sahamnya dimiliki oleh negara dan sebagian lagi dimilik oleh pihak swasta dan luar negeri.
Sumber: